Macam-macam Tas
Kamis, 07 Juni 2012
CHOCOLATE VALENTINE
Hari ini, tanggal berapa ya? Valentine day? Kata yang tidak asing lagi bagiku. Di hari ini adalah tanggal 14 februari. Tapi itu kalau tidak salah sih. Soalnya aku sudah hampir melupakan melupakan hari ini. Itu dikarenakan saat aku ditolak cowok yang aku suka di hari valentine dan mulai saat itu juga aku tidak pernah makan coklat lagi. Terakhir kali aku makan adalah coklatku yang ditolak olehnya dan rasanya sangat pahit.
Aku heran deh, apakah penyakitku ini bisa menular ke seseorang? Pasalnya temanku yang bernama Dizza, si cowok keren yang sudah tiga tahun ini sekelas denganku sejak kelas tiga SMP, dia tidak pernah makan coklat apalagi dia selalu menolak cewek yang nembak dia pakai coklat di hari valentine. Dia emang keren sih, tapi dinginnya itu gak ketulungan.
Aku sering sekali menatap dan memperhatikannya. Tapi tak urung aku memalingkan pandanganku karena dia tahu kalau aku sedang melihatnya.
“Hei Nanas!”
Aku dipanggil Nanas? Siapa tuh? Aku langsung saja menoleh ke arah suara itu berasal.
“Oki? Jngan panggil aku dengan sebutan itu donk! Memangnya aku apa?” ucapku setengah mendelik dan merengut.
“Nana namamu tapi lebih asyik kalau dipanggil Nanas , iya kan?” ejeknya sambil mengangkat kedua alisnya.
“Kenapa sih?” gerutuku kesal setengah mati, nih anak gak bisa dibilangin apa? Rese banget!
“Loe dicariin Dizza tuh.” Dizza nyariin gue? Buat apa?
Aku segera menuju perpustakaan untuk menemuinya. Di sana aku melihatnya tidur di pojok ruangan. Aku mendekatinya dengan langkah yang biasa sekali. Dan aku menggeser kursi dengan hati-hati agar dia tidak terganggu. Aku baru sadar, betapa tampannya dia dengan jarak pandang sedekat ini. Pantas saja banyak cewek yang naksir dengan dia.
“Ngapain loe liatin gue terus?” ucapnya dengan membuka sebelah matanya sehingga membuatku salting abis. Gak nyangka deh, dia tahu kalau aku lagi lihat dia.
“Ha? Apa? Nggak kok?” ucapku terbata-bata sambil memutar mata ke penjuru ruangan dan memutar-mutar rambutku dengan jari tangan tentunya.
“Kamu kenapa Na?” tiba-tiba saja dia memegang tanganku “Kenapa kamu gak suka coklat?” Ah gila! Kenapa dia tahu?
“Dari mana kamu tahu kalau aku gak suka sama coklat?”
“Loe selalu nolak makanan yang berbau dengan coklat. Entah itu makanan snack, kue maupun yang lainnya.”
“ Lah, kamu sendiri kenapa nolak coklat dari cewek-cewek yang selalu ngasih kamu coklat di hari valentine?” sangkalku habis-habisan.
“Kamu nguntit aku ya?”
“Gila! Seharusnya yang ngomong kayak gitu tuh aku, bukan kamu Diz.” Omelku tak karuan dan aku melepaskan tanganku dari genggamannya serta memalingkan pandanganku ke arah buku-buku yang tertata rapi di atas rak. Aku juga melihat dia mengeluarkan sebatang coklat dari sakunya.
“Silverqueen?” sambil memegang coklat itu dan kemudian aku meletakkannya lagi di atas meja.
“Bukankah ini coklat terakhir yang kamu makan?” aku tidak segera menjawab pertanyaannya. “Dulu waktu kelas tiga SMP, aku sempat melihatmu ditolak oleh Ketua Osis dengan coklat ini. Kemudian kamu tersenyum atas penolakan itu dan berterima kasih seolah-olah tak terjadi sesuatu. Lalu kamu pergi ke kamar mandi menghabiskan coklat itu sambil berteriak PAHIT SEKALI. Itu sih seingatku.” Benar-benar gila, kenapa coba dia tahu sampai sedetail itu. Padahal, aku udah gak ingin ingat-ingat lagi.
“Trus kenapa loe gak makan coklat?” penasaran pun membuncah di pikiranku.
“Karena kamu bilang rasanya pahit.”
“Cuma gara-gara itu?” ucapku melongo.
“Aku pengenbuktiin ke kamu kalau rasa coklat itu manis.” Kemudian dia membuka coklat itu dengan perlahan dan menggigitnya sedikit lalu dia mendekat ke arahku. Tunggu! Kenapa dia mendekat ke arahku?
Dia membuka mulutku dan memasukkan coklat yang ada di mulutnya ke mulutku. Kontan aku langsung mendorongnya. Aku melihatnya mengusap cairan coklat yang meleleh di bibirnya begitu pula denganku.
“Apa yang kau lakukan? Ini ciuman pertamaku tahu?!?”
“Manis bukan?” ucapnya sambil tersenyum lebar penuh dengan kemenangan mutlak.
“Ini coklat tadi dikasih Mama,kalau bukan Mama yang ngasih, aku pasti gak bakalan mau.” Aku tak peduli ucapannya lagi aku langsung berdiri dan kembali ke kelas tapi dia menahanku dengan menggenggam lenganku.
“Mau ke mana?”
“Mau minum.” sambil melepaskan genggamannya, aku bergegas menuju kantin dan membeli sebotol air mineral. Aku meneguknya hampir setengah botol hingga membuatku kembung dan ingin muntah. Aku kembali ke kelas dan duduk didampingi dengan setengah botol air mineral tadi. Aku benar-benar berpikir keras tentang kejadian tadi. Suka? Tiba-tiba saja kata-kata itu muncul di pikiranku. Mungkinkah itu? Dan bisakah aku santai sejenak untuk tidak memikirkan hal ini? Dan jawabannya adalah tidak. Dia sudah kembali ke dalam kelas dan menebar sejuta senyuman kepada setiap teman yang menyapanya. Dan tentu saja sekarang diaberjalan menuju bangkuku sambil membawa coklat tadi.
“Aku minum ya?” ujarnya sambil menyambar botol minumanku. Dia meminum minumanku? Ugh, sekali lagi ciuman, ciuman tidak langsung.
“Nih coklat, habiskan! Kalau tidak, awas kau!” gertaknya sambil meninggalkan coklat bekasnya di atas mejaku dan pergi ke luar kelas. Rasanya tadi memang manis sih. Beda seperti dulu, coklat yang aku rasakan saat aku broken heart. Mungkin rasa coklat juga dipengaruhi oleh perasaan y? Tapi harus makan coklat bekas Dizza? Sama aja ciuman tiga kali donk? Gimana nih? Lalu ancamannya tadi? Ah masa bodoh! Aku langsung saja melahap coklat itu sampai habis dan hanya menyisakan bungkusnya saja.
....................................................********************.........................................................
Sebulan telah berlalu, banyak kejadian yang telah terjadi. Mulai dari saling pandang, tapi menurutku lebih banyak dia yang memandangku. Dan aku putusin untuk membuat white cake karena ini adalah white day tepat tanggal 14 maret.
Dapurku yang semula bersih kini berubah seperti kapal pecah. Trigu, air, cream, susu, dan coklat putih berceceran di sana sini. Tapi aku puas atas hasil yang aku dapatkan. Rasa coklat yang aku buat lumayan juga.
Aku melihatnya duduk di pojok kelas seperti biasanya. Dan seperti biasanya pula aku berjalan perlahan mendekatinya dan meletakkan sebungkus kotak berisikan kue di atas meja.
“Apa ini? Bom?” ucapnya sambil memperhatikan bungkus kado itu dengan seksama.
“Ini white cake, aku buat untuk membalas coklatmu yang waktu valentine itu.” Ujarku sambil duduk di kursi yang ada di hadapannya. Kemudian dia membuka bungkusnya dan memakannya.
“Enak sekali. Manis semanis pembuatnya.” Ucapnya dengan senyum polos yang selama ini belum pernah kulihat sebelumnya. “Aaaaaaa..........buka mulutmu, kamu mau juga kan?” sambil menyodorkan sesendok white cake ke mulutku. Aku pikir sih rasanya memang manis, tapi apakah aku harus makan dari suapannya? “Cepat buka mulutmu.” Dia terus saja memaksaku, terpaksa aku memakannya. Rasanya manis semanis semanis senyumannya. Uuuh, firasatku jadi buruk nih, dia berdiri dan melangkah ke sampingku dan membisikkan sesuatu.
“Manis......” aduduh, apanya yang manis? “.....kuenya manis......” dag dig dug jantungku berdebar-debar keras “.....seperti dirimu.....” apa dia bilang tadi? “.....aku suka, suka sekali.” Kemudian dia berlalu ke luar kelas. Aku seperti mau pingsan, jantungku seperti mau meledak, gimana nih?
“Oi, Nanas minggir deh. Udah bel nih, aku mau duduk. Jngan duduk di bangku orang donk, pindah deh.”
“Oki.....Oki....., aku mau pingsan dech rasanya.” Ucapku tanpa memalingkan wajah ke arahnya.
“Oi, yang bener aja? Jangan donk.” Sambil mrnggoyang-goyangkan bahuku dia berteriak keras.
“Kamu sakit Na? Aku bantu ke UKS ya?.” Ucap Dizza tiba-tiba saja, otomatis aku berdiri dan berjalan kembali ke bangkuku.
“Aku gak pa-pa kok, Diz. Baik-baik saja.” Dan aku dapat melihat senyum jahilnya, rasanya malu banget dech. Kini jantungku dan hatiku terasa berjalan kembali dan dipenuhi oleh cinta yang baru. Dapatkah aku memulainya lagi?
Langganan:
Postingan (Atom)