Macam-macam Tas

Macam-macam Tas
Tas Santai, Tas Burung Hantu, Tas warna biru coklat putih, Tas Selempang

Selasa, 21 Juni 2011

PLANET ANEH

BABAK I
Nampak seorang gadis berlari kencang di lorong sekolahan yang sudah mulai sepi. Karena sekarang sudah pukul 07.30 WIB. Terdengar suara keras saat pintu terbanting ke dinding, sebab gadis itu berlari tanpa menggunakan rem.

Nadia : Pagi semua...(sambil menampakkan kepalanya ke dalam kelas)
Pak GUru : Telaa~t! (sambil melotot dan berkacak pinggang menghadap pintu)
Nadia : Biasa lah, Pak. Namanya juga anak teladan! Belajar sampai malam hingga bangun kesiangan kan sudah biasa. (berjalan santai masuk kelas tanpa dosa)
Pak Guru : Sielent! Ingin duduk atau di strap...
Nadia : Kan murid teladan Pak. Per semester pun aku gak pernah ketinggalan dapat peringkat 5besar kan...
Pak Guru : Duduk! (melotot, meninggikan nada suara diikuti dengan Nadia yang berlari menuju tempat duduknya dengan segera)
Emily : Gila loe! (menepuk punggung Nadia)
Nadia : (melotot) Gue denger akhir-akhir ini Mila aneh ya?
Winda : Betul banget! (menyentikkan jarinya)
Lilla : Kayaknya naksir ama si cupu itu tuh! (sewot, memanyunkan bibirnya)
Nadia : Siapa? (bingung)
Emily : Lemot loe! Pelajaran sih loe ahlinya, tapi... kalo soal percintaan sih loe gatot!
Nadia : (manyun)
Lilla : Itu lho, si Roy. Cowok pojok. (menunjuk tempat duduk Roy)
Winda : Ancur!
Nadia : Banget! (sambungnya)
Winda : Nama sih OK, tapi...gak sama kayak orangnya tuh.
Lilla : Husz, ngawur! Jangan gitu donk, jahat kan namanya.
Winda : Maaf
Nadia : Maaf

BABAK II
Emily : Miaaa, parah loe! (berteriak)
MIa : Apa'an? (bingung)
Nadia : Masa' gak ngerti sih? Cowok cupu yang ada di depan kita itu loh! (menyenggol Mia) Idih, Mia jangan gitu donk?! Gak usah malu kale! (sambil terus berjalan lurus ke depan)
Lilla : Aaah, argh, bego! (teriak)
Nadia : Apa? (menoleh) Oh Tuhan Mia! Napain loe ada di situ? Mau gaya kayak monyet ya? (melongok ke bawah jembatan penyeberangan dan melihat Mia bergelantungan di sana)
Mia : Tolol, stupid woman! Tolongin gue kek, gak usah banyak cincong loe. (bentaknya)
Emily : Ini gara-gara loe nyenggol terlalu keras, bego! (memukul punggung Nadia dengan keras)
Winda : Huaaa, MIa... (menangis, hingga membuat Roy dan Tony, temannya berbalik ke arah belakang)
Nadia : (memegang tangan Mia dan menariknya)
Roy : (ikut membanyu Nadia menarik tangan Mia)
Nadia : Maaf! (berkata di depan Mia)
Mia : Berengsek loe! Gue ini manusia tahu?! Bukan boneka. (marah, teriak)
Nadia : (diam membisu seribu bahasa)
Mia : O, emmmm, anu, makasih atas bantuannya (malu)
Roy : Sama-sama
Lilla : (mendorong Mia ke pelukan Roy dan berlari meninggalkannya)
Mia : (masih membisu didekapan Roy)
Roy : Mia? Gak pa-pa?
Mia : Maaf. (berlari mengejar temannya)
Tony : Mereka pada ngapain sih? (bingung)
Roy : (mengangkat bahunya)

BABAK III
Mia : Kalian berengsek

Selasa, 12 April 2011

2. KESADARAN YANG TERTUNDA

     Saat hujan semakin lebat, peristiwa yang tragis menimpaku. Sebuah tragedi yang tak akan terlupakan hingga mengguncangkan batinku.
     "Hei Bos, apa kita bunuh saja anak ini?" kata pria berjenggot yang membawa pedang samurai
     "Jangan! Kita biarkan saja. Apalagi dia hanya anak kecil yang baru 10 tahun tumbuh. Ha.....ha.....ha....." ucap orang bertopi dan bermantel hitam dengan rokok yang ada di tangannya.
     Tubuhku gemetaran karena melihat kedua orang tuaku telah dibantai di depan mataku. Dan ketakutanku makin memuncak ketika laki-laki bertopi hitam itu mendekat dan membisikkan sesuatu.
     "Helene, marahlah, dendamlah kepadaku dan balaslah dendam mereka kepadaku 'BOB JONHSEN'. Ha.....ha.....ha....." dengan diiringi tawanya, mereka semua pergi meninggalkan aku sendiri.
     "Ibu!!!" teriakanku membangunkanku dari mimpi burukku. "Sial, mimpi ini lagi?! Akan kubalas kau Bob" dengan mengepalkan tangan aku bersumpah.
     Tok-tok-tok
     "Nona Helene, Nona Helene anda tidak apa-apa?"teriak bibi Siti dari balik pintu kamarku.
     "Tak pa-pa, Bi. Tenang saja, sebentar lagi aku turun ke bawah." ucapku menenangkan kegelisahan bibi.
     "Ya Nona, saya akan menunggu di bawah." ucapnya meninggalkan kamarku.
     Dan tak lama, aku pun sudah bersama bi Siti makan di ruang makan.
     "Bi, aku ingin jalan-jalan." ucapku dengan mengunyah roti isi daging.
     "Tapi Nona, anda kan butuh pengawasan" dengan wajah tak tenang dia mengucapkannya
     "Tak apa, Bi. Aku kan pergi bersama Samuel dan Rizky."
     "Ya kalau begitu Bibi tak terlalu cemas. Tak apa lah. Dan ingat pesan Bibi, kau harus berhati-hati." katanya sambil berbisik di telingaku.

.....*.....*.....

     Di depan pintu, sudah ada dua laki-laki yang sedang menungguku.
     "Sudah lama ya?" sapaku saat keluar dari rumah
     "Belum juga." jawab lelaki berkacamata dengan pakaiannya yang khas model jepang modern.
     "Iya Rizkyyy, belum lama tapi aku udah capek nunggu nih" bantah seorang lelaki yang ada di samping Rizky dengan buku komik dan model rambutnya yang indah.
     "Samuel?" ucapku sambil berlari menghapirinya.
     "Apa?" ucapnya sambil menggaruk kepalanya yang mungkin saja tidak gatal.
     "Jadi pergi tidak?"
     "Eh....." sempat terfikir olehku sesuatu karena perkataan Rizky barusan.
     "Hei, Helene!" dengan menepuk pundakku Samuel berharap aku segera sadar.
     "Ah iya, ayo pergi." ucapku seakan tak terjadi apa-apa.

.....*.....*.....

     Kemudian kami bertiga pergi menggunakan mobil milik Rizky. Setelah mobil melaju, terasa olehku banyak fikiran tentang Bob. Dan aku pun baru sadar bahwa selama delapan tahun ini, aku telah mencari informasi dimana Bob berada. Dan saat aku dapatkan informasi itu dua minggu yang lalu, aku merasa hatiku hancur dan tak tahu lagi apa yang terfikirkan olehku saat itu.
     Informasi itu berkata bahwa Bob sudah mati dua tahun yang lalu dengan meninggalkan sepucuk surat kepada seorang kakek dan surat itu harus diberikan kepadaku. Aku semakin bingung dengan fikiranku sendiri. Tanpa berfikir panjang lagi, kuambil secarik kertas dari sakuku. Dan saat aku membukanya, Samuel dan Rizky melihatku.
     "Ada apa sih?"
     "Em....tak apa-apa. Lanjutkan saja."

                                                                                         London, 25 August 2010
     Yang tersayang,
     Helene di
     Indonesia


         Helene, mungkin saat kau membaca suratku ini aku telah tiada. Aku kembali ke Inggris bukan karena ingin lari darimu. Tapi karena penyakit kankerku yang makin hari makin parah. Mungkin karena aku terlalu banyak merokok dan minum miras. Ha.....ha....ha.....
      Sebenarnya aku dan orang tuamu adalah teman. Dalam perusahaan, kami sangat akrab seperti saudara kandung. Tapi, karena perintah dari atasan, aku harus melakukannya yaitu membunuh kedua orang tuamu. Aku sangat menyesal tapi apa boleh buat ini adalah kewajibanku sebagai mafia. 
     Mungkin kau masih dendam padaku. Tapi maaf sekali lagi maafkan aku Helene. Aku sudah tak sanggup lagi untuk melawanmu. Janjiku hanyalah bualan kosong.
     Maaf, maaf, maafkan aku Helene tersayang. Maaf


                                                                                                Dari,
                                                                                            BOB JOHNSEN

     Dan tanpa aku sadari, setelah membaca surat dari Bob butir-butir air mata mulai membasahi pipiku.
     "Helene tenanglah." ujar Rizky menenangkanku
     "Nangisnya nanti saja saat sampai ditujuan"
     "Dasar Samuel gila! Gak ngerti apa kalau aku lagi sedih." omelku kepada Samuel yang bicara dengan nada tak sopan. Menjengkelkan!!

.....*.....*.....

     Setelah sampai ditujuan, segera saja kulangkahkan kaki keluar mobil dengan tiga karangan bunga yang kubeli di perempatan jalan sebelum ke sini. Terlihat olehku suasana yang sepi serta suram tetapi sangat damai dan menyayat hati bagi yang melihatnya.
     "Ayo kita segera berangkat saja!" ajak Rizky memulai perjalanan
     "Em.....ah.....iya baiklah." ucapku agak gagap. Tak lama kemudian Rizky berhenti di sebuah batu nisan yang tak asing lagi bagiku.
     "Bukankah ini tempatnya?" tanya Samuel mengagetkanku
     "Helene     ?"
     "Aku tahu kok Rizky. Sudahlah!" kukatakan sambil melangkah ke samping makam itu dan berdoa.
     Ayah, Ibu, aku berfikir selama ini untuk apa aku hidup. Apakah hanya untuk balas dendam? Kupikir bukan itu, tapi fikiranku hanya terpusat pada kematian kalian. Apa salahku Ibu? Apakah aku terlalu tamak akan dendam? Apakah aku akan menyia-nyiakan hidupku serta orang-orang yang aku sayangi? Ibu, Ayah maafkanlah putrimu ini, maafkanlah..... Ayah..... Ibu. Dan tak bisa kubendung, air mataku pun mengalir dengan cepatnya. Semakin lama aku di sini, semakin banyak pula air mata yang keluar.
     "Ayo pergi! Sudah cukup kan? Bukankah ada tempat lain yang ingin kau kunjungi, Helene?" ucapan keras Samuel menyentakkanku dari kesedihan.
     "Oh iya. BEnar juga ucapanmu, Samuel." tersenyum kepada kedua teman yang setia menungguku.
     Kami pun segera bergegas pergi ketempat 'Bob'. Ya, dimana Bob dikubur? Dia bilang ingin dikubur dekat dengan orang tuaku. Oleh karena itu, aku pun tak sulit mengunjungi makamnya.

.....*.....*.....

     Setibanya di batu nisan ketiga dari belokan pertama setelah makam kedua orang tuaku, kujumpai nama Bob di sana. Dan segera saja aku berdoa untuknya. Dan di sini pulalah aku menangis dan mengaku kepada Bob dengan nada yang sangat keras.
     "Kenapa.....kenapa.....kaenapa, Bob? Kenapa kau tega tinggalkan aku disaat hatiku telah mantap seperti ini? Apakah kau ingin membuatku mati muda? Apakah kau ingin membuatkua menderita? Aku tak bisa terima! Hiks.....hiks.....hiks....." sambil berteriak dan memukuli tanah, aku pun terduduk dengan air mata yang tak ragu-ragunya keluar.
    "Tenanglah, Helene. SEmua ini pasti ada hikmahnya." kata Rizky sambil memegangi pundakku. Dan tiba-tiba saja Samuel memelukku. Spontan saja aku kaget. Tapi aneh, Rizky hanya tersenyum padaku.

.....*.....*.....

     Ajaib sekali, ini sungguh suatu hikmah. Seminggu setelah kejadian yang menyedihkan itu. Aku dan Samuel jadian. Aku senang, senang sekali. Dan Rizky membuka membuka cafe yang nyaman untuk dikunjungi. Aku sungguh beruntung telah mempunyai dua orang teman yang baik padaku. Padahal sebelumnya aku fikir Bob adalah penyebab keterpurukaknku. Tapi sekarang, dia sekaligus telah menjadi 'guru' yang baik bagi perjalanan hidupku yang selanjutnya.

The End

LOVE, part 2

     "Ih sebel buangeetssz!" umpatku di lorong kelas mencari kak Wisnu karena bel pulang baru saja berbunyi. "Sebel. Setiap menit, detik, sekon, kenapa dia terus yang diomongin Intan? Aku muak banget." ucapku dengan bibir setengah memanjang.
     "Dona, ntar naksir lho?" teriak Intan di lorong sebelah sambil melambaikan tangan dan cepat-cepat lari keluar sebelum aku berhasil balas omongannya.
     "Gile! Kupingnya tajam amat." sambil menggelengkan kepala dan terus melirik ke kanan ke kiri mencari kak Wisnu. Untung saja, setelah satu kali melirik ke kanan eh ketemu juga ama dia.
     "Kak Wisnu" sambil berlari dan melambaikan tangan kuucapkan namanya.
     "Ekh, Dona?" ucapnya dengan kaget dan wajah yang kebingungan.
Tak lama berlari, aku sudah ada di depannya.
     "Kak, kenalin Dona kelas X-2." memperkenalkan diri sambil tersenyum.
     "Ada urusan apa loe cari gue?" tanyanya
     "Anu, aku anggota mading dan mendapat tugas untuk membuat profil tentang kakak. Boleh tidak aku mewawancarai kakak sekarang?" ucapku penuh harap.
     "Ok. Bisa tapi di kantin aja ya." ajaknya dengan menggandeng tanganku segera sebelum aku menjawab ucapannya.

.....*.....*.....

     Di kantin dia memesan minuman sambil menjawab pertanyaanku. Dan tak butuh waktu lama, data yang aku butuhkan telah terisi penuh.
     "Makasih ya, kak." ucapku yang akan segera pergi membayar minuman
     "Tunggu, Don. Biar aku aja yang bayarin minuman loe. Boleh kan?" dengan tersenyum dan menuju ke tempat pembayaran.
     "Sekali lagi makasih ya, kak." ucapku sambil membungkukkan setengah badanku seperti orang Jepang.
     "Ya, ayo pulang." ajaknya dengan menggandeng tanganku menuju tempat parkir motor.
     "Eh, kak tak usah. Aku bisa naik angkot kok." elakku seketika.
     "Dona, aku cinta kamu!" ucapnya dengan wajah yang sangat serius seolah-olah akan melamarku menjadi istrinya.
     "A...apa...apa??" saking kagetnya hingga kata ini yang terucap dari mulutku.
     "Udahlah loe gak perlu jawab sekarang. Jika aku udah jadi Ketua Osis loe boleh jawab saat itu juga." ucapnya sambil tersenyum manis kepadaku.

.....*.....*.....

     Sesampainya di rumah aku langsung memberi salam dan segera masuk ke dalam kamar. Karena lelah dan kagetnya sehingga tak kuasa lagi menahan tubuh ini, kubaringkan tubuh ini sambil memikirkan lekat-lekat ucapan kak Wisnu tadi saat dia mengemudikan motor.
     "Dona, aku sebenarnya sudah cinta sama kamu saat pertama melihatmu MOS satu bulan yang lalu. Kumohon Dona pertimbangkanlah ucapanku ini."
     Tapi walaupun sudah aku pikirkan berkali-kali, cinta ini begitu sulit untuk terjawab. Sebenarnya aku juga menaruh sedikit perasaanku padanya. Tapi aku pun belum tahu apa sebenarnya isi hatiku. Ah.....pusing, pusing, pusiiiing.....

.....*.....*.....

     Seminggu telah berlalu setelah kejadian hari itu. Dan kini tepat saat diumumkannya Ketua Osis yang baru. Jantungku berdegup kencang dari biasanya.
     "Dona tenanglah." bujuk Intan sambil memegangi pundakku.
     "Tapi, Tan aku kan gugup." rajukku
     "Kak Wisnu itu baik, dia gak akan ngecewain loe kok. Terima aja lah! Lagipula seminggu ini dia juga udah berusaha untuk jadi Ketua Osis." tuturnya dengan wajah tenang.
     "Iya deh akan aku usahakan. Tapi kalau aku tolak, loe jangan marah ya?"
     "Gue gak akan marah kok. Karena setiap keputusan yang loe ambil gueakan berusaha terima." ucapnya dengan nada yang sangat bijaksana hingga membuatku termenung seaat.
     "Eh, Dona lihat itu yuk di papan pengumuman. Mungkin aja pengumuman yang baru ditempel tentang Osis." ucapnya sambil menunjuk papan pengumuman yang ada di sebelah barat.
     Tanpa berkata lagi, aku langsung berjalan dengan Intan menuju papan pengumuman. Dan yang lebih mengagetkan lagi adalah saat aku lihat nama kak Wisnu tercantum sebagai Ketua Osis.
    
.....*.....*.....

     Setelah bosan mendengar ceramah Intan, segera saja aku cari kak Wisnu. Tapi saat kucari di kelas, dia tak ada. Di ruang Osis pun dia tak ada. Aku sudah mulai gugup dan berfikiran macam-macam tentang dia. DEngan setengah wajah yang dilinangi air mata, aku mulai berfikir kira-kira dimana dia sekarang.
     Akhirnya fikiranku terbuka juga. Aku mulai menebak mungkin saja dia ada di kantin. Tnpa berfikir panjang lagi, kulangkahkan kakiku menuju kantin. Dan ternyata memang benar bahwa dia ada di kantin.
     "Lama sekali! Aku capek lo menunggu." ucapnya dengan senyum penuh harap.
     Kuberlari tanpa peduli apa yang ada di sekitarku. Dan aku berhenti tepat di depannya.
     "Kamu kenapa, Don?" tanyanya dengan wajah cemas.
     "Aku mencintaimu." kukatakan itu tepat saat dia memegangi pundakku.
     "Apa, Don?Coba sekali lagi ucapin dong?" pintanya segera sambil mengguncang bahuku.
     "A.....aku suka kamu" ucapku dengan wajah yang memerah seperti kepiting rebus
     "Aku juga, Don I LOVE YOU!" sambil memelukku dia mengucapkannya lagi
     "Ka.....kak, aku malu."
     "Tak apa-apa. Aku senang kok." senyumannya yang manis mengalir bersama ucapannya di dalam wajah dan hatiku.
     Yah, mungkin ini arti dari ucapannya Intan. Bahwa cinta itu butuh kejujuran dan kepercayaan. Dan mungkin aku akan menemukan arti cinta itu bersama kak Wisnu. Pasti.

The End.

Senin, 11 April 2011

1. LOVE

     Sambil kupandangi nama SMA ku ini, aku baru sadar kalau kini aku sudah SMA. Tak terasa sekali "Oh...? Tunggu dulu!! What, tugas mading???" teriakku di depan gerbang hingga banyak orang yang melihatku.
     Aku berlari sambil berharap tak mendapat hukuman. Tapi belum sempat harapan terkabul, sudah terlihat si senior berkacamata dan judes itu di depan pintu.
     "Pa...pagi kak Siska!" sapaku dengan nafas yang tak beraturan arahnya.
     "Pagi pala loe peang?" bentaknya sambil menyuruhku masuk ke kelas.
     "Gimana? Udah selesai tugas kemarin?" tanyanya tak sabaran dengan mata melotot.
     "Be...belum!" jawabku pasrah
     Brak..., suara pukulan meja yang keras itu melayang di depanku seketika.
     "Aku capek! Capek sekali, karena tingkahmu itu." sambil memegangi kepalanya, dia mondar-mandir tak tentu arah.
     Setelah tak lama, dia kembali menghampiriku dengan wajah yang agak cerah. MUngkin udah dapat ILHAM kali?
     "Ok. Kalau begitu kau kupindah tugaskan menjadi reporter. Dan besok harus sudah dapat berita yang paling baru!" tegasnya
     "Em...kak., soal calon ketua osis gimana?" usulku
     "Boleh juga. Tumben loe nyambungnya cepet." ejeknya sambil tertawa ngakak meninggalkan kelasku.

......*......*......

Ting-tong
     "Wah istirahat juga" ucapku lega karena ini pelajaran fisika.
     "Dona, mau ikut aku ke kantin nggak?" ajak teman sebangkuku, Intan anak yang berwajah cantik dengan pakaiannya yang rapi.
     "Boleh. Ayo." sambil menggandeng tangannya aku berjalan menuju kantin.
     Tapi tiba-tiba ada yang menabrakku
     "Waduh sakit tahu!" keluhku kesal sambil memegangi bahuku
     "Sorry!" langsung pergi dengan langkah yang cepat seakan dikejar setan.
     "Ih, sombong banget." omelku
     "Mungkin dia memang sedang ada urusan, Don. Udahlah jangan ngambek terus!" tukas Intan untuk menenangkanku.
     "Yuk makan." ajakku dengan semangat.

.....*.....*.....

     "Wuah" ucapku sambil menghirup bau semangkok bakso urat ayam yang menggoda dengan secangkir es teh manis. Tak butuh waktu lama bagiku untuk menghabiskan makanan selezat itu. Baru sebentar saja, makanan di mejaku sudah ludes masuk ke dalam perutku.
     "Wah, kamu lapar ya?" tanya Intan keheranan
     "Iya, hi...hi..., sorry ya kalau aku rakus."
     "Gak pa-pa kok." katanya maklum
     "Dona!!!" tiba-tiba ada suara yang menggeming di lorong kantin. Dan ternyata itu kak Siska yang membawa perkakas dengan pakaian tak beraturan,
     "A...ada apa?" tanyaku dengan firasat buruk
     "Nih, data orang yang harus kamu wawancarai beserta tugasmu yang lain!" katanya sambil menaruh proposal di atas meja.
     "Gak bisa lihat orang lagi santai apa?" cibirku
     "Hah, apa kau bilang?" tanyanya menajamkan mata dan telinga.
     "Nggak kok! Ya beres akan aku kerjakan!" jawabku tegas dengan mengjak INtan pergi kembali ke kelas.

.....*.....*.....

Ting-tong
     Bunyi bel tanda pelajaran selesai. Segera saja kulangkahkan kakiku ke luar kelas dan pergi naik angkot. Tapi sepertinya ada yang aneh. Aku merasa sedang diperhatikan oleh seseorang. Yah apa boleh buat, aku pulang saja ah.
     "Nih uangnya." sambil menyodorkan uang ongkos naik angkot, aku langsung turun dan pergi ke rumah.
     Setelah memberi salam, aku langsung saja ganti baju dan membuka proposal yang diberikan kak Siska tadi.
     "Wuih, orang ini toh calon ketua osis? Gak sopan banget, udah nabrak orang malah langsung pergi." omelku tidak karuan setelah melihat calon ketua osis yang ternyata adalah orang yang menabrak aku tadi pagi.
     "Tapi yah apa boleh buat, ini kan tugasku. Apalagi dia juga lumayan ganteng. Kak Wisnu...???" ada sedikit perasaan saat aku mengucapkan namanya.

.....*.....*.....

Tok-tok-tok
     "Dona, Dona, Dona. Ayo bangun, Don ini sudah pukul 06.00 pagi." teriak Ibuku sambil mengetokpintu berkali-kali yang kudengar samar-samar dari kamarku. Langsung saja aku bangun dengan membelalakkan mataku dan cepat-cepat membuka pintu.
     "Sorry, Bu. Dona masih ngantuk." ucapku sambil menggosok mata.
     "Dasar pemalas! Cepat mandi lalu sarapan dan segera berangkat, nanti kesiangan lho!" ucap Mami sambil pergi ke meja makan.
     Tak lama kemudian aku sudah selesai dengan urusanku dan segera berangkat ke sekolah agar tak mendapat masalah.

.....*.....*.....

     "Uuuh ngantuk." ucapku sambil menaruh kepala di atas meja.
     "Mungkin karena hari sabtu ya?" ucap Intan sambil menepuk pundakku hingga membuatku kaget setengah mati.
     "Intan?" teriakku dengan wajah masam
     "Kaget ya? Maaf deh kalau begitu."
     "Iya-iya, aku gak pernah nolak permohonan maaf loe kok." tegasku
     "Oh iya, proposal kemarin isinya apa?" tanyanya penasaran
     "Ah, isinya menyebalkan. Dengar deh! Ternyata orang yang nabrak aku kemarin itu..."
     "Calon ketua osis?" potongnya dengan cepat dan sigap
     "Kok loe motong omongan gue sih?" dengan agak marah kuucapkan kata-kata itu
     "Sorry, dia ganteng kan?" ucapnya sambil tertawa
     "Em... lumayan juga sih." pekikku
     "Dia itu kakak sepupuku." tegasnya
     "Oh ya?" tanyaku tak percaya dengan ucapan yang baru kudengar.

To be continued